
Eropa dan Amerika (AS) sepakat untuk melarang impor minyak Rusia ke negara mereka. Tujuannya agar Rusia kesulitan mendapatkan pemasukan untuk pembiayaan perang.
Memang, Rusia merupakan salah satu negara penghasil energi terbesar di dunia. Sebelum invasi ke Ukraina saja, Rusia menghasilkan banyak uang dari ekspor energi.
Namun larangan impor yang dilakukan AS dan Eropa ini justru menambah tekanan politik pada Presiden AS Joe Biden, Perdana Menteri Inggris Boris Johnson dan Presiden Prancis Emmanuel Macron.
Mereka bertemu di Jerman untuk menghadiri konferensi G7 dan membahas strategi baru terkait harga minyak.
Salah satu pejabat senior di pemerintahan AS menyebut pertemuan pimpinan negara-negara besar ini bertujuan untuk membuat Rusia kehilangan sumber pendapatan mereka.
"Dan membuat harga minyak Rusia turun dan membuat dampak perang semakin mereda," kata dia dikutip dari CNN, Rabu (29/6/2022).
Menurut dia, hal ini dibutuhkan karena Putin dinilai masih meraup penghasilan. Pasalnya ekspor minyak ke Asia masih membuat Rusia mengantongi pendapatan yang besar.
China memanfaatkan harga minyak Rusia yang lebih rendah. Kini China telah mengimpor 2 juta barel minyak Rusia per hari. Tak cuma China, impor minyak India dari Rusia juga naik 900 ribu barel per hari.
Badan Energi Internasional menyebutkan pendapatan ekspor minyak Rusia per Mei naik menjadi US$ 20 miliar. Angka ini lebih tinggi dibandingkan periode 2021 yang mencapai US$ 15 miliar.
AS disebut bisa saja memberikan sanksi kepada negara-negara yang masih bermitra dagang dengan Rusia. Namun sanksi itu disebut bisa mengganggu harga di pasar minyak ke depannya.
Kondisi ini sebenarnya sangat ditakuti oleh para pemimpin negara, apalagi harga bensin yang setiap harinya terus-terusan naik.
Simak Video "Zelensky Tak Percaya Klaim Rusia Ingin Akhiri Perang "
[Gambas:Video 20detik]
(kil/das)