Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dolar AS Hari Ini, Ada Potensi Penguatan

Bisnis · 03 Feb 2023 15.7K Dilihat

Bisnis.com, JAKARTA — Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat ditutup menguat ke level Rp14.888 pada perdagangan kemarin, Selasa (31/1/2023). Penguatan rupiah terjadi seiring kebijakan The Fed yang menaikkan suku bunga 25 basis poin (bps).

Mengutip data Bloomberg, rupiah ditutup naik 0,58 persen atau 87 poin ke Rp14.888 per dolar AS. Hal tersebut terjadi di tengah pelemahan indeks dolar AS sebesar 0,15 persen ke 101,06.

Bersama dengan rupiah, mayoritas mata uang Asia lainnya juga menguat seperti peso Filipina naik 1,17 persen, won Korea Selatan naik 0,93 persen, dolar Taiwan naik 0,68 persen, ringgit Malaysia naik 0,53 persen, yuan Cina naik 0,29 persen, baht Thailand naik 0,23 persen, dan dolar Singapura naik 0,07 persen.

Sementara itu mata uang Asia yang terpantau melemah adalah rupee India yang turun 0,01 persen, sedangkan dolar Hong Kong terpantau stagnan.

Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi memproyeksikan rupiah dibuka fluktuatif, tetapi ditutup menguat pada rentang Rp14.860 - Rp14.920 pada hari ini, Jumat (3/2/2023). Menurutnya, dolar turun ke level terendah pasca the Fed menaikkan suku bunga. Pasar juga memperkirakan perlambatan perekonomian AS memaksa the Fed untuk berbalik sikap dari hawkish.

“The Fed menaikkan suku bunga seperti yang diharapkan, dan mengatakan bahwa pihaknya berencana untuk terus menaikkan suku bunga untuk mengekang inflasi yang tinggi. Ketua Fed Jerome Powell juga menyatakan ketidakpastian mengenai di mana suku bunga akan mencapai puncaknya,” ujar Ibrahim dalam riset, Kamis (2/2/2023).

Langkah the Fed yang terus menaikkan suku bunga disebut meningkatkan ekspektasi terhadap perlambatan ekonomi AS tahun ini. Hal ini dapat mendorong the Fed untuk memangkas suku bunga pada paruh kedua 2023.

Adapun sikap hawkish the Fed memukul nilai tukar dolar dengan indeks dolar dan indeks berjangka dolar turun 0,3 persen pada Kamis (2/2/2023). Adapun kedua instrumen tersebut telah turun lebih dari 1 persen sejak pengumuman kenaikan suku bunga.

Pelaku pasar tengah menunggu laporan nonfarm payrolls pada Januari 2023. Hal ini lantaran pelaku pasar mencari lebih banyak tanda pendinginan pada pasar pekerjaan.

“Mata uang Asia mendapat keuntungan dari pivot oleh Fed, mengingat hal itu akan memperlebar kesenjangan antara imbal hasil utang berisiko dan berisiko rendah,” jelasnya.

Pelaku pasar juga megantisipasi sikap hawkish Bank Sentral Eropa (ECB) maupun Bank Sentral Inggris (BoE). Kedua bank sentral tersebut diperkirakan menaikkan suku bunga 50 bps.

Dari dalam negeri, pelaku pasar merespon positif data Indeks Harga KOnsumen (IHK) yang menurun pada Januari 2023. Adapun data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan inflasi IHK turun 0,34 persen pada Januari 2023 dari bulan sebelumnya, yakni 0,66 persen.

Inflasi IHK tercatat mencapai 5,28 persen secara year-on-year (YoY) atau lebih rendah dari bulan sebelumnya yakni 5,51 persen. Sementara inflasi inti tercatat terkendali dengan peningkatan dari 0,22 persen menjadi 0,33 persen secara month-to-month (MtM) pada Januari 2023.

Peningkatan inflasi sejalan dengan pola musiman awal tahun terutama pada inflasi komoditas sewa rumah dan kontrak. Secara tahunan inflasi inti mencapai 3,27 persen secara yoy pada Januari 2023. Angka ini lebih rendah dari 3,36 persen secara yoy pada Desember 2022.

Adapun indeks kelompok volatile foods menurun dari 2,24 persen menjadi 1,40 persen pada Januari 2023 secara MtM.

Instrumen Perdagangan yang Terpengaruh

* Penafian Risiko: Konten di atas hanya mewakili pandangan penulis. Ini tidak mewakili pandangan atau posisi DCFX dan tidak berarti bahwa DCFX setuju dengan pernyataan atau deskripsinya, juga bukan merupakan saran investasi. Untuk semua tindakan yang diambil oleh pengunjung berdasarkan informasi yang diberikan oleh DCFX, DCFX tidak menanggung segala bentuk kewajiban kecuali jika secara tegas dijanjikan secara tertulis.

Menyarankan