Pemerintah Inggris menaikkan tingkat ancaman teror di Irlandia Utara menjadi "parah" pada hari Selasa (28/3) waktu setempat. Ini dilakukan menjelang kunjungan Presiden Amerika Serikat Joe Biden untuk menandai peringatan 25 tahun perjanjian perdamaian penting.
Dilansir kantor berita AFP, Rabu (29/3/2023), badan mata-mata domestik Inggris, MI5 menilai bahwa risiko serangan telah berubah dari "substansial" menjadi "parah", yang berarti sebuah insiden dinilai "sangat mungkin terjadi", kata Sekretaris Irlandia Utara Chris Heaton-Harris.
Irlandia Utara mengalami tiga dekade konflik sektarian atas pemerintahan Inggris, yang dikenal sebagai "The Troubles", yang merenggut sekitar 3.500 nyawa.
Namun provinsi tersebut berubah sejak Perjanjian Jumat Agung diadopsi pada 10 April 1998.
"Namun, sejumlah kecil orang tetap bertekad untuk merugikan komunitas kami melalui tindakan kekerasan bermotif politik," kata Heaton-Harris kepada parlemen.
Dia mendesak masyarakat untuk "tetap waspada, tetapi tidak khawatir" atas pengumuman peningkatan level ancaman teror tersebut.
Pengumuman ini disampaikan setelah seorang petugas polisi terluka parah usai ditembak di depan putranya bulan lalu. Sebelumnya pada November tahun lalu, terjadi serangan bom yang gagal terhadap dua petugas.
Kedua serangan tersebut dituding dilakukan oleh kelompok militan pembangkang yang disebut "New IRA", yang menginginkan reunifikasi dengan Republik Irlandia.