Harga Minyak Memanas, Buntut OPEC+ Kurangi Produksi

Bisnis · 06 Jun 2023 8.9K Dilihat

Bisnis.com, JAKARTA - Harga minyak mentah berjangka naik pada akhir perdagangan Senin (5/6/2023), karena anggota Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan mitranya atau OPEC+ mengumumkan langkah pengurangan produksi baru.

Harga minyak juga terdorong rencana pengekspor utama minyak dunia, Arab Saudi, untuk memangkas produksi lebih lanjut 1 juta barel per hari mulai Juli.

Harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Juli naik US$0,41 atau 0,57 persen menjadi US$72,15 per barel di New York Mercantile Exchange.

Harga minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Agustus naik US$0,58 atau 0,76 persen, menjadi US$76,71 per barel di London ICE Futures Exchange. Kedua kontrak memperpanjang kenaikan lebih dari dua persen pada Jumat (2/6/2023).

Harga minyak naik setelah OPEC dan mitranya mengumumkan pada Minggu (4/6/2023) bahwa mereka akan memperdalam pengurangan produksi sepanjang tahun 2024 dengan memangkas 1,393 juta barel produksi minyak mentah setiap hari, mengutip Antara.

Sembilan anggota OPEC+, yang dipimpin oleh Rusia dan Arab Saudi, juga akan memperpanjang pengurangan produksi sukarela hingga tahun 2024.

Selain itu, Arab Saudi mengumumkan rencana lain untuk memangkas pasokan minyak sebesar 1 juta barel per hari pada Juli secara sukarela.

Kementerian energi Saudi mengatakan produksi kerajaan akan turun menjadi 9 juta barel per hari pada Juli dari sekitar 10 juta barel per hari pada Mei.

Pemotongan sukarela, yang terbesar di Arab Saudi dalam beberapa tahun, berada di atas kesepakatan yang lebih luas oleh OPEC dan sekutu termasuk Rusia untuk membatasi pasokan hingga 2024 karena OPEC+ berupaya untuk meningkatkan harga minyak yang lesu.

Fatih Birol, Kepala Badan Energi Internasional (IEA), mengatakan peluang harga minyak yang lebih tinggi telah meningkat tajam setelah kesepakatan OPEC+ yang baru.

Pasar minyak melonjak karena OPEC+ memutuskan untuk memangkas produksi tetapi para pedagang menggunakan reli tersebut sebagai kesempatan untuk mengambil keuntungan, kata Vladimir Zernov, analis pemasok informasi pasar FX Empire.

OPEC+ memompa sekitar 40 persen dari minyak mentah dunia dan telah memangkas target produksinya dengan total 3,66 juta barel per hari, sebesar 3,6 persen dari permintaan global.

Tim Analis Monex Investindo Futures (MIFX) mengatakan harga minyak menguat karena Arab Saudi akan melakukan pemangkasan besar-besaran pada produksinya di bulan Juli.

Hal itu dilakukan atas kesepakatan OPEC+ yang lebih luas untuk membatasi suplai hingga tahun 2024 karena kelompok ini berusaha untuk mendongkrak harga minyak yang lesu.

Dari dalam negeri, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan bahwa kondisi harga minyak dunia pada 2024 masih sulit diproyeksi dan dikhawatirkan akan mempengaruhi penerimaan negara.

Dia menyampaikan dalam Kebijakan Ekonomi Makro dan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) 2024, di mana proyeksi Indonesian Crude Pice (ICP) atau harga minyak berada di rentang US$75-US$85/barel. Sementara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menetapkan ICP April 2023 sebesar US$79,34/barel.

Sri Mulyani memaparkan Energy International Agency (EIA) memproyeksikan harga minyak Brent pada 2024 akan berada di angka US$74,5/barel.

Sementara Bloomberg dan Bank Dunia sepakat memperkirakan harga minyak dunia akan berada di level US$86/barel pada tahun depan.

“Ini tentu adalah sesuatu yang kita jaga karena terus terang komoditas ini memang mempengaruhi dari sisi APBN cukup besar baik dari sisi penerimaan pajak, Bea Cukai maupun dari jenis penerimaan negara bukan pajak di sisi lain subsidi juga terpengaruh,” katanya saat Rapat Kerja bersama Komisi XI DPR, Senin (5/6/2023).

Menyarankan