Tokyo/Singapura (ANTARA) - Harga minyak berlanjut turun untuk hari kedua berturut-turut di perdagangan Asia pada Rabu sore, karena kekhawatiran atas tekanan ekonomi global semakin dalam, menghapus kenaikan harga yang dibukukan setelah eksportir minyak mentah terkemuka Arab Saudi berjanji pada akhir pekan untuk memperdalam pengurangan produksi.

Minyak mentah berjangka Brent merosot 56 sen atau 0,7 persen, menjadi diperdagangkan di 75,73 dolar AS per barel pada pukul 07.05 GMT. Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS tergelincir 52 sen atau 0,7 persen, menjadi diperdagang di 71,22 dolar AS per barel.

Kedua harga acuan melonjak lebih dari satu dolar AS pada Senin (5/6/2023) setelah keputusan Arab Saudi selama akhir pekan untuk mengurangi produksi sebesar 1 juta barel per hari (bph) menjadi 9 juta barel per hari pada Juli.

"Kekhawatiran akan resesi, karena data ekonomi yang semakin suram mengarah ke perlambatan, telah membatasi harga minyak, mengikis semua upaya OPEC+ untuk menjaga harga tetap bertahan," Priyanka Sachdeva, seorang analis di Phillip Nova, mengatakan dalam sebuah catatan.

Persediaan bensin AS naik sekitar 2,4 juta barel dan persediaan sulingan naik sekitar 4,5 juta barel dalam pekan yang berakhir 2 Juni, sumber pasar mengatakan pada Selasa (6/6/2023), mengutip angka American Petroleum Institute (API).

Penumpukan cadangan bahan bakar yang tak terduga menimbulkan kekhawatiran atas konsumsi oleh pengguna minyak utama dunia, terutama karena permintaan perjalanan meningkat selama akhir pekan Memorial Day.

Sementara itu, Badan Informasi Energi AS (EIA) mengatakan pada Selasa (6/6/2023) bahwa produksi minyak mentah AS tahun ini akan naik lebih cepat dan peningkatan permintaan akan menurun dibandingkan ekspektasi sebelumnya.

"Pasar telah mencerna berita pemotongan produksi Saudi dan investor sekarang enggan mengambil posisi besar karena prakiraan dan indikator ekonomi yang beragam di Amerika Serikat dan China," kata Hiroyuki Kikukawa, Presiden NS Trading, unit Nissan Securities.

Data resmi China menunjukkan pada Rabu bahwa ekspor menyusut jauh lebih cepat dari yang diharapkan pada Mei dan impor turun, meskipun pada kecepatan yang lebih lambat, karena produsen berjuang untuk menemukan permintaan di luar negeri dan konsumsi domestik tetap lamban.

Data juga menunjukkan impor minyak mentah ke China, importir minyak terbesar dunia, pada Mei naik ke level bulanan tertinggi ketiga karena kilang-kilang menumpuk persediaan.

Meskipun demikian, beberapa analis memperkirakan pemotongan sukarela Arab Saudi, yang terbesar di kerajaan itu dalam beberapa tahun, akan menempatkan harga dasar di bawah harga minyak, meskipun tidak mungkin mendukung kenaikan harga yang berkelanjutan ke kisaran tinggi 80-90-an dolar AS per barel.

"Kami memperkirakan harga minyak akan menguji kenaikan saat kami memasuki musim mengemudi musim panas di Amerika Serikat," kata Kikukawa, menambahkan bahwa pasokan global yang lebih ketat dan rencana AS untuk membeli minyak mentah untuk mengisi Cadangan Minyak Strategis akan membatasi penurunan.