Harga minyak melemah pada Kamis (21/9) kemarin setelah sebelumnya sempat menguat US$1 per barel usai mendengar sentimen Rusia bakal melarang ekspor bahan bakar.
Mengutip Reuters, Brent berjangka untuk pengiriman November turun 23 sen menjadi US$93,30 per barel. Sementara minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS turun 3 sen menjadi US$89,63 per barel.
Analis menyebut pelemahan harga terjadi karena pasar mulai mengalihkan fokus dari larangan ekspor minyak Rusia ke hambatan yang menimpa ekonomi negara Barat.
Hal itu muncul setelah The Fed pada Rabu (20/9) lalu mempertahankan suku bunganya, tapi tetap memperketat sikap hawkishnya dengan memproyeksikan kenaikan seperempat poin persentase menjadi 5,50-5,75% pada akhir tahun.
Analis menyebut pernyataan The Fed itu dapat menghambat pertumbuhan ekonomi dan permintaan bahan bakar secara keseluruhan sehingga menekan harga minyak.
Selain itu, tekanan juga dipicu penguatan dolar AS ke level tertinggi sejak awal Maret. Penguatan dolar AS membuat minyak dan komoditas lainnya lebih mahal bagi pembeli yang menggunakan mata uang lain sehingga mengganggu permintaan dan menekan harganya.
Namun analis memprediksi pelemahan harga minyak kemungkinan tak akan berlangsung lama. Aksi Rusia untuk sementara waktu melarang ekspor bensin dan solar ke semua negara di luar empat negara bekas Uni Soviet dengan untuk menstabilkan pasar bahan bakar dalam negeri mereka prediksi akan mengangkat harga minyak lagi.