Harga Minyak Belum Mau Rehat Cetak Rekor, Brent Sudah di US$ 90-an

CNBC Indonesia · 05 Apr 9.1K Dilihat

Pumpjacks are seen at an oil field in Huaian, Jiangsu province, China November 11, 2017. Picture taken November 11, 2017. REUTERS/Stringer  ATTENTION EDITORS - THIS IMAGE WAS PROVIDED BY A THIRD PARTY. CHINA OUT.

Jakarta, CNBC Indonesia
- Harga minyak mentah terpantau kembali menguat pada perdagangan Jumat (5/4/2024), didukung oleh ketegangan geopolitik di Eropa dan Timur Tengah, kekhawatiran akan pengetatan pasokan, dan optimisme terhadap pertumbuhan permintaan bahan bakar global seiring dengan membaiknya perekonomian.

Per pukul 09:38 WIB, harga minyak mentah jenis Brent menguat 0,35% ke posisi harga US$ 90,97 per barel. Sedangkan untuk jenis light sweet atau West Texas Intermediate (WTI) bertambah 0,17% menjadi US$ 86,75 per barel.

Pada perdagangan Kamis kemarin, harga minyak mentah juga ditutup bergairah, dengan Brent ditutup melonjak 1,45% ke US$ 90,65 per barel, sedangkan WTI melesat 1,36% ke US$ 86,59 per barel.

Kedua harga minyak mentah benchmark tersebut sudah menetap di level tertinggi sejak Oktober 2023 pada Kamis kemarin.

"Harga minyak tampaknya akan mengalami kenaikan lebih lanjut dalam jangka pendek karena latar belakang ekonomi yang lebih positif disertai dengan terbatasnya pasokan dan meningkatnya risiko geopolitik," analis ANZ Daniel Hynes dan Soni Kumari mengatakan dalam sebuah catatan, dikutip dari Reuters.

Brent dan WTI diperkirakan akan mencatat kenaikan lebih dari 4% pada minggu ini, naik untuk minggu kedua berturut-turut, setelah produsen OPEC terbesar ketiga, Iran, bersumpah akan membalas dendam terhadap Israel atas serangan yang menewaskan personel militer tingkat tinggi Iran.

Israel belum mengaku bertanggung jawab atas serangan terhadap kompleks kedutaan Iran di Suriah pada Senin lalu.

Di lain sisi, serangan pesawat tak berawak (drone) Ukraina yang sedang berlangsung terhadap kilang-kilang di Rusia mungkin telah mengganggu lebih dari 15% kapasitas minyak Rusia, sehingga berdampak pada produksi bahan bakar negara tersebut.

OPEC+ pada pekan ini mempertahankan kebijakan pasokan minyak mereka dan menekan beberapa negara untuk meningkatkan kepatuhan terhadap pengurangan produksi.

"Penindasan lebih lanjut terhadap kepatuhan terhadap kuota akan mengakibatkan penurunan produksi lebih lanjut di kuartal kedua. Selain itu, prospek pasar yang lebih ketat akan menyebabkan penurunan persediaan pada kuartal kedua" ujar analis ANZ.

Pasokan minyak dalam jumlah besar juga semakin ketat secara global setelah Meksiko dan Uni Emirat Arab memangkas ekspor minyak mereka.

"Hal ini terjadi di tengah pertumbuhan permintaan minyak global yang solid sebesar 1,4 juta barel per hari (bph) pada kuartal pertama," ujar analis JP Morgan dalam sebuah catatan, dilansir dari Reuters.

"Indikator permintaan frekuensi tinggi kami memperkirakan total konsumsi minyak pada bulan Maret rata-rata 101,2 juta barel per hari, 100.000 barel per hari di atas perkiraan yang kami publikasikan," pungkasnya.

Saat ini, investor menanti rilis data penggajian non-pertanian (non-farm payroll/NFP) dan tingkat pengangguran untuk periode Maret 2024.

Ekonom yang disurvei oleh Reuters memperkirakan NFP untuk periode Maret lalu akan turun menjadi 200.000, dari sebelumnya sebesar 275.000 di Februari, sementara tingkat pengangguran kemungkinan akan tetap stabil di 3,9%.

CNBC INDONESIA RESEARCH

 

[Gambas:Video CNBC]
Artikel Selanjutnya

Timur Tengah Kembali Panas, Harga Minyak Dunia Lanjut Menguat


(chd/chd)
 

Instrumen Perdagangan yang Terpengaruh

* Penafian Risiko: Konten di atas hanya mewakili pandangan penulis. Ini tidak mewakili pandangan atau posisi DCFX dan tidak berarti bahwa DCFX setuju dengan pernyataan atau deskripsinya, juga bukan merupakan saran investasi. Untuk semua tindakan yang diambil oleh pengunjung berdasarkan informasi yang diberikan oleh DCFX, DCFX tidak menanggung segala bentuk kewajiban kecuali jika secara tegas dijanjikan secara tertulis.

Menyarankan