Pada rapat kebijakan tadi pagi, RBA (Reserve Bank of Australia) mengumumkan suku bunga tetap berada di tingkat 4.35%. Akan tetapi, RBA menghapus wacana kenaikan suku bunga yang tercantum dalam pernyataan hasil rapat Februari lalu.
Secara spesifik, bagian yang telah dihapus oleh RBA berbunyi "kenaikan suku bunga lebih lanjut tidak dapat dikesampingkan". Pernyataan tersebut kemudian diubah menjadi "tidak ada kepastian mengenai jalur suku bunga terbaik untuk memastikan inflasi kembali ke target dalam waktu yang wajar dan Dewan tidak mengecualikan opsi kebijakan apa pun".
Para pelaku pasar menginterpretasikannya sebagai penanda berakhirnya siklus kebijakan moneter ketat RBA. Hal ini memicu pelemahan nilai tukar Dolar Australia secara signifikan. Selama perdagangan hari ini (19/Maret), pasangan mata uang AUD/USD jatuh lebih dari 0.8% ke kisaran 0.6500.
Sejumlah analis dan ahli ekonomi mengingatkan bahwa Federal Reserve, ECB (European Central Bank), dan BoE (Bank of England) tetap akan memangkas suku bunga lebih awal daripada RBA. Ketiga bank sentral mayor tersebut diperkirakan melakukan rate cut pada Juni, sedangkan RBA mungkin baru akan memulainya pada November.
Adam Boyton dari ANZ Bank berpendapat bahwa sikap RBA kali ini hanya menunjukkan sedikit pelemahan bias hawkish, bukan langkah kebijakan yang sepenuhnya menurun.
Meskipun Boyton tetap mengestimasikan rate cut RBA pada November, ia memperingatkan ada beberapa data penting yang harus diperhatikan, yaitu survei tenaga kerja periode Februari dan inflasi CPI kuartal I/2024.
Menurutnya, jika data ketenagakerjaan Australia yang dirilis hari Kamis ternyata lebih lemah dari perkiraan, ada kemungkinan RBA akan memotong suku bunga lebih awal.
Dalam jangka pendek, Dolar Australia juga tertekan oleh ekspektasi suku bunga The Fed pada rapat FOMC besok. Para pelaku pasar yakin Federal Reserve akan menyampaikan proyeksi ekonomi dan prospek suku bunga yang sedikit lebih hawkish karena inflasi AS jauh lebih tangguh dari prediksi.
