Miliuner Ini Pakai Jam Tangan Rp 150 Ribu saat Hartanya Ratusan Triliun, Kenapa?

Detik ยท 16 Okt 2023 5.1K Dilihat


Jakarta - Chuck Feeney, miliarder Irlandia-Amerika, meninggal pada 9 Oktober 2023 lalu di usia 92 tahun. Sepanjang hidupnya di tengah kekayaan yang berlimpah, Feeney dikenal sebagai seorang berprinsip filantropis dan bergaya hidup hemat.

Ia lahir dari keluarga kelas pekerja di New Jersey pada tahun 1931. Pada 1960, ia mendirikan grup ritel perjalanan, Duty Free Shoppers dan membuatnya kaya raya.

Melansir Business Insider, Sabtu (14/10/23), sebagai seorang filantropis, Feeney dikenal karena memberikan hampir semua kekayaannya senilai US$ 8 miliar atau sekitar Rp 125,6 triliun (kurs Rp 15.700) selama hidupnya. Kegemaran untuk berbagi dilandaskan pandangan filantropinya, yaitu, hidup sambil memberi.

Feeney kerap menyumbang hartanya sebagai anonim ke berbagai badan amal, universitas, dan lembaga lain melalui yayasannya, Atlantic Philanthropies, yang ditutup pada 2020 karena kehabisan uang.

Dalam buku biografinya, The Billionaire Who Wasn't: How Chuck Feeney Secretly Made and Gave Away a Fortune, Feeney merasa tidak nyaman dengan kekayaan bahkan di awal karirnya.

"Saya baru saja mencapai kesimpulan dengan diri saya sendiri bahwa uang, membeli perahu dan semua hiasannya, tidak menarik bagi saya," kata Feeney dalam buku biografi oleh jurnalis Irlandia, Conor O'Clery.

Sepanjang hidupnya, ia tidak menghabiskan uang untuk kemewahan. Feeney tidak bergaul dengan kelompok sosial kaya, juga kerap berpakaian sederhana. Ia dikenal sebagai seorang yang membawa buku dan kertas di dalam kantong plastik.

Harta kekayaan betul-betul tidak membutakan Feeney. Ia dan keluarganya bepergian dengan maskapai kelas ekonomi, menggunakan jam Timex, dan membeli Volvo bekas.

"Dia bersikeras bahwa dia dan keluarganya terbang kelas ekonomi, bahkan pada penerbangan lintas Atlantik yang panjang karena menurut Feeney lebih hemat," tulis O'Clery dalam bukunya.

Ketika O'Clery pertama kali bertemu Feeney pada tahun 2017 untuk Irish Times, ia bertanya kepadanya, apakah benar dia selalu mengenakan jam tangan Casio seharga US$ 10? Feeney menjawab dengan ringan, "Mengapa saya membutuhkan Rolex ketika itu memberi tahu waktu yang sama?".

Kesederhanaan lainnya digambarkan oleh mantan rekan bisnis Feeney dengan deskripsi, "Dalam berjalan, pria ini mengenakan kemeja aloha pudar, dungarees putih, dan sepatu tanpa kaus kaki. Tentu saja, ini adalah Chuck Feeney."

Gaya hidup sederhananya terus berlangsung sampai umur 80-an. Feeney tetap menggunakan maskapai kelas ekonomi meskipun dalam perjalanan panjang. Keluarganya baru berhasil meyakinkan Feeney untuk berhenti karena hal tersebut tidak baik bagi kesehatannya.

Ia juga dikenal sebagai seorang traveler yang tidak menggunakan mobil pribadi dalam perjalanan darat. Ia selalu menggunakan bus, taksi, dan kereta.

Pada 2012, dia telah menyisihkan sekitar US$ 2 juta atau Rp 31,4 miliar (kurs 15.700), yaitu sebagian kecil dari total kekayaannya untuk masa pensiunnya dan mendirikan perwalian sederhana untuk lima anaknya, ungkap Feeney kepada Forbes. "Dengan uang yang cukup untuk kebutuhan sekarang dan kemudian hari selama hidup," tuai O'Clery mendeskripsikan Feeney.

Pada kemudian hari, Feeney dan istrinya, Helga, tidak memiliki rumah besar atau tempat tinggal mapan. Mereka berpindah dari kota ke kota, tinggal di apartemen sewaan sederhana, ungkap O'Clery. Menjelang akhir hidupnya, Feeney tinggal di sebuah apartemen sewaan di San Fransisco.

Bagi Chuck Feeney, gemilang harta tidak menyilaukan jati diri. Menjalani hidup sehari-hari dengan cukup dan tidak berlebih, sambil terus berbagi, dianggapnya sebagai cara terbaik menghabiskan sisa waktu di dunia.

(eds/eds)



Menyarankan