Sejak pertengahan Maret, nilai tukar Pound sterling terus melorot karena data ketenagakerjaan Inggris memburuk. Rincian hasil rapat kebijakan BoE (Bank of England) minggu lalu juga membuat Sterling gagal rebound dan terdepresiasi lebih jauh.
Selama perdagangan sesi Asia hari ini (28/Maret), pasangan mata uang GBP/USD masih tertahan di bawah 1.2650. Sementara itu, EUR/GBP macet di sekitar 0.8570-0.8580.
Namun, sejumlah analis menilai pelemahan Pound mungkin akan segera berakhir. Hal ini sehubungan dengan trend musiman Pound yang hampir selalu membukukan kenaikan pesat pada bulan April.
Kamal Sharma dari Bank of America memperkirakan GBP/USD akan bullish hingga mencapai $1.30 bulan depan. Kenneth Broux dari Société Générale juga memiliki pendapat serupa. Menurut analis forex tersebut, penguatan Pound yang paling mencolok biasanya terjadi pada GBP/USD, lalu diikuti dengan EUR/GBP.
Broux mengatakan bahwa Pound cenderung mencapai puncaknya pada April karena banyak perusahaan melakukan repatriasi (pengembalian dana) valas dari luar negeri untuk membayar dividen. Ia juga mengungkapkan rata-rata kenaikan bulanan selama 10 tahun terakhir pada April adalah sebesar 0.8%, dengan standar deviasi sebesar 2.2%.
Selain faktor siklis, valuasi Pound saat ini juga menunjukkan potensi rebound. Aksi short Sterling baru-baru ini telah menurunkan GBP dari level overbought, sehingga harga berpotensi menguat lagi ke level-level tertinggi.
Hal tersebut dikonfirmasi oleh Valentin Marinov, kepala strategi FX G10 dari Crédit Agricole. Marinov mengungkapkan adanya aliran dana forex dari bank, perusahaan, hedge fund, serta investor individu.