Tensi Geopolitik Timur Tengah Turun, Harga Minyak Bergerak Variatif

CNBC Indonesia · 23 Apr 9.3K Dilihat

FILE PHOTO: A maze of crude oil pipes and valves is pictured during a tour by the Department of Energy at the Strategic Petroleum Reserve in Freeport, Texas, U.S. June 9, 2016.  REUTERS/Richard Carson/File Photo

Jakarta, CNBC Indonesia -
Harga minyak mentah dunia mulai bergerak mixed naik lagi setelah kemarin berakhir di zona merah.

Melansir data Refinitiv, pada Selasa (23/4/2024) pukul 09.47 WIB harga minyak mentah acuan Brent naik 0,3% menjadi US$ 87,26 per barel. Sementara minyak West Texas Intermediate (WTI) merosot 0,77% ke US$87,26 per barel.

Gerak harga minyak yang terkonsolidasi setelah susut kemarin menunjukkan respon terhadap kondisi geopolitik di Timur Tengah yang kian mereda. Ini terjadi setelah Iran meremehkan serangan Israel di wilayahnya minggu lalu dan mengatakan pihaknya tidak berencana untuk menanggapinya.

Seiring dengan itu sejumlah komoditas energi lain yang merupakan substitusi minyak juga terpantau turun, seperti harga batubara yang turun 3%, dan harga gas alam turun 4% pagi ini.

Namun, investor terus memantau situasi di kawasan ini karena Iran adalah produsen terbesar ketiga di OPEC yang mengekspor sebagian besar minyaknya ke Tiongkok dan negara-negara lain di luar sistem keuangan Amerika Serikat (AS).

Sementara itu, Kongres AS meloloskan paket bantuan untuk Ukraina dan Israel yang mencakup potensi sanksi terhadap Iran dan produksi minyaknya, akan tetapi para analis mengatakan tindakan tersebut masih bergantung pada interpretasi.

Dari sisi permintaan, ketidakpastian perekonomian global dan kekhawatiran bahwa Bank Sentral AS atau the Fed akan mempertahankan suku bunga lebih tinggi dalam jangka waktu yang lebih lama membebani prospek.

Pasar juga kini mulai melihat peluang the Fed hanya akan menurunkan suku bunga sekali pada tahun ini. Semakin mundur dari perkiraan sebelumnya pada bulan Juni.

Data terbaru juga menunjukkan bahwa persediaan minyak mentah AS meningkat sebesar 2,7 juta barel, hampir dua kali lipat kenaikan 1,4 juta barel yang diperkirakan oleh para analis.

 

Menyarankan