Jakarta, CNBC Indonesia - Raksasa chip AI asal AS, Nvidia kian perkasa di antara perusahaan teknologi lain. Terbaru, Nvidia berhasil menyalip Google sebagai perusahaan paling bernilai ketiga di Negeri Paman Sam.
Bukan hanya Google, sebelumnya Nvidia juga berhasil menyalip Amazon. Hasil tersebut baru pertama kali didapatkan Nvidia dalam dua dekade terakhir, dikutip dari Reuters, Kamis (15/2/2024).
Nvidia berhasil mengantongi 80% pasar chip AI kelas atas. Ini mendorong harga sahamnya melonjak 47% untuk tahun ini dan naik tiga kali lipat sepanjang 2023.
Reuters mencatat Nvidia jadi penerima manfaat utama dalam perlombaan perusahaan teknologi yang memasukkan unsur Artificial Intelligence (AI) dalam produk dan layanannya. Selama dua tahun terakhir, teknologi kecerdasan buatan memang jadi primadona dan banyak perusahaan yang mengadopsinya.
Perlombaan untuk mendominasi teknologi AI menjadi pertarungan besar bagi AS dan China. Nvidia menjadi salah satu perusahaan yang penting untuk mengamankan posisi AS sebagai raja teknologi AI di dunia, ketika China pelan-pelan mulai gencar mengembangkan teknologi tersebut.
AS juga telah mengeluarkan berbagai kebijakan untuk menghambat perkembangan teknologi AI China. Salah satunya dengan memblokir akses chip dan alat pembuat chip canggih asal AS dan negara sekutu ke China.
Laporan kuartalan Nvidia, menurut Reuters, jadi yang paling diawasi di Wall Street. Jika laporannya tak baik, maka bisa jadi mimpi buruk bagi perusahaan teknologi dan dapat melemahkan reli AI di sana.
"Pasar mengakui Nvidia jadi raja AI. Namun jika laporan Nvidia buruk, tidak melebihi ekspektasi investor, maka produk bisa terjual 20% atau 30% dalam satu sesi setelah jam kerja," kata CEO Longbow Aset Management, Jake Dollarhide.
Rata-rata analis memperkirakan pendapatan kuartal fiskal Nvidia bulan lalu meningkat lebih dari tiga kali lipat atau menjadi US$20,37 miliar (Rp 318,4 triliun). Alasannya, berdasarkan data LSEG, karena didorong permintaan chip AI kelas atasnya.
Untuk laba bersih yang disesuaikan diperkirakan US$11,38 miliar (Rp 177,8 triliun). Angka tersebut melonjak lebih dari 400%.